Minggu, Juli 13, 2008

Sekolah Mahal, Ratusan Anak di Bandung Putus Sekolah

Sekolah Mahal, Ratusan Anak di Bandung Putus Sekolah
Andrian Fauzi - detikBandung


Bandung - Sebanyak tiga ratus warga dari berbagai daerah di Bandung mengadukan nasib anaknya yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena biaya yang dibebankan oleh pihak sekolah. Mereka mengadukan permasalahan mereka ke Rumah Aspirasi Warga (Raga) di Jalan Banteng no 17 C.

Seperti yang dialami oleh Syamsi Hidayat (43) yang mendaftarkan kedua anaknya di SMKN 3 Bandung, Jalan Solontongan. Dirinya mengaku hanya mendapatkan potongan Rp 900 ribu dari Rp 3,3 juta yang harus dibayarkan, jika anaknya ingin diterima di sekolah tersebut.

"Padahal saya sudah memakai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan melalui jalur non akademis. Setahu saya seharusnya tidak ada biaya, tapi saya harus bayar Rp 3,3 juta. Saya cuma dapat potongan Rp 900 ribu," kata Syamsi saat ditemui di Rumah Aspirasi Warga (RAGA) di Jalan Banteng no 17 C, Senin (14/7/2008).

Hal senada juga disampaikan oleh Wawat Uswati (43) yang mendaftarkan Hari Hendriansyah, anaknya, di SMA Pasundan 2.

"Sampai saat ini anak saya belum terdaftar karena pihak sekolah membebankan biaya sampai lebih dari Rp 1 juta. Saya kemarin membawa Rp 500 ribu saja tidak bisa. Bagaimana ini," kata Wawat bingung.

Keluhan ini mereka sampaikan ke rumah aspirasi warga (Raga) yang didirikan oleh Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PAN, Sahrin Hamid.

Menanggapi keluhan ini, Sahrin mengaku akan memberikan advokasi.
"Rumah Aspirasi Warga akan menampung keluhan dan pengaduan bagi kaum miskin kota khususnya yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan. Kita akan berikan pendampingan dan advokasi. Bukan bantuan materi," ujarnya.

Dia mengaku telah menampung keluhan dari 3 ratus warga berkaitan dengan mahalnya biaya sekolah.

Seharusnya, kata dia, pihak sekolah memberikan kuota tak terbatas terhadap siswa yang tidak mampu atau memperbesar prosentase jumlah siswa yang tidak mampu melalui jalur non akademis minimal 50 persen.

"Biaya pendidikan dasar pun harusnya dibebaskan sesuai dengan amanat UUD 45," pungkas Sahrin.
(afz/ern)

Senin, Juli 07, 2008

19 Persen Anak Usia Sekolah Putus

19 Persen Anak Usia Sekolah Putus Sekolah
Senin, 13 Juni 2005 | 15:03 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Berdasarkan penelitian Organisasi Buruh Internasional (ILO), 4,18 juta anak usia sekolah di Indonesia ternyata putus sekolah dan menjadi pekerja anak. "Hasil penelitian terbaru kita, sebanyak 19 persen anak-anak di bawah 15 tahun tidak bersekolah dan lebih memilih untuk menjadi pekerja," ujar Muhammad, Peneliti Senior ILO.

Survei yang dilakukan ILO mencakup 1.200 keluarga di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.

Berdasarkan survei itu, Makassar memiliki jumlah anak putus sekolah terbesar di Indonesia. Menurut Arum Rahmawan, Program Manajer Kampanye ILO, hal ini disebabkan karena kesadaran orang tua yang masih rendah terhadap pendidikan. "Hanya sekitar 39 persen orang tua di Makassar berpikir wajib belajar itu sampai SD saja," tuturnya.

Itu pula yang menyebabkan para orang tua membiarkan anaknya untuk bekerja dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena dari 1.200 keluarga yang ada, hanya sekitar 45 persen yang menyatakan keluarganya malu bila anaknya yang di bawah umur harus bekerja.

Patric Quinn, Kepala Penasihat Teknik ILO, menyatakan permasalahan ini dapat diselesaikan jika ada upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran para orang tua terhadap kebutuhan anaknya akan pendidikan. Menurutnya, banyaknya anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan menjadi pekerja anak karena biaya pendidikan di Indonesia masih terlalu mahal. "Sekarang saatnya bagi pemerintah untuk mengurangi biaya pendidikan bagi keluarga miskin," ujarnya.

yudha setiawan
sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/06/13/brk,20050613-62414,id.html