Kamis, Agustus 14, 2008

Perlindungan Hukum terhadap Guru Rendah

Perlindungan Hukum terhadap Guru Rendah
Kamis, 17 Juli 2008 | 01:06 WIB

Jakarta, Kompas - Perlindungan hukum terhadap guru, baik oleh pemerintah, yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan masih rendah. Akibatnya, posisi guru seringkali lemah saat berhadapan dengan pemerintah atau yayasan ketika memiliki kasus atau memperjuangkan hak-hak mereka.

Hal tersebut terungkap dalam pertemuan pimpinan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) periode 2008-2013 dengan media massa di Jakarta, Rabu (16/7). ”Pemerintah atau yayasan memosisikan dirinya lebih tinggi dari guru sehingga menimbulkan sikap sewenang-wenang terhadap profesi guru,” kata Ketua Umum PB PGRI Sulistyo.

Sulistyo mengaku, PGRI sebagai organisasi profesi guru yang beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri dan swasta di seluruh Indonesia selama ini juga lemah dalam memberikan perlindungan hukum kepada guru yang bermasalah.

Berdasarkan amanat Kongres PGRI XX di Palembang, PGRI akan membuka posko pengaduan guru dengan menyediakan lembaga konsultasi dan bantuan hukum yang dapat diakses di nomor 021-3841121.

Perlindungan hukum terhadap guru, salah satunya, diwujudkan dengan menyerahkan guru yang diadukan atau diinformasikan menyimpang kepada dewan kehormatan organisasi profesi guru terlebih dahulu. Jika terdapat unsur-unsur pidana, organisasi profesi guru itu meneruskan laporan ke penyidik sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Secara terpisah, Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman mengatakan, guru belum mendapat perlindungan hukum, kesehatan, dan keselamatan kerja. Untuk guru swasta dan guru honorer, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak sering terjadi akibat tidak adanya kesepakatan kerja bersama.

FGII memiliki pengurus di 19 provinsi dengan 250.000 anggota. Sebanyak 60 persen guru yang bergabung di organisasi ini adalah guru swasta.

”Perlindungan hukum pada guru ini bukan cuma soal statusnya, tapi juga bagaimana guru bisa bersikap kritis dan independen terhadap suatu masalah tanpa ada rasa takut diintimidasi oleh dinas pendidikan, yayasan, atau pihak lain,” kata Suparman.(ELN)