Kamis, September 25, 2008

Ayo Berzakat

Ayo Ber-Zakat

untuk kota bandung manfaatkan layanan JEMPUT ZAKAT call : 02270506113/ 0227100035
atau
manfaatkan TRANSFER ZAKAT


Selasa, September 16, 2008

Insiden Pembagian Zakat

Senin, 15/09/2008 16:28 WIB
Insiden Pembagian Zakat
Kisruh dan Maut di Gang Sempit
Edy Ryanto - detikNews

Foto Terkait
gb
Berebut Zakat, 21 Orang Tewas
Pasuruan - Sejak subuh, Senin (15/9/2008) rumah H. Syaikon, di RT III RW IV Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, terlihat ramai. Ribuan orang dari berbagai penjuru Pasuruan berdatangan. Para kaum duafa tersebut berharap pembagian uang zakat sebesar Rp 30 ribu hingga 40 ribu dari sang dermawan tersebut.

Meski hanya mendapat Rp 30 ribu hingga 40 ribu, namun warga Pasuruan tak surut semangat mengantre. Bahkan sebagian dari mereka sengaja datang dari Probolinggo, sekitar 1 jam perjalanan menggunakan mobil dari Pasuruan. "Saya bayar ongkos bus Rp 10 ribu PP. Lumayan ada sisa Rp 20 ribu," jelas Fatimah, warga Probolinggo kepada detikcom.

Fatimah mengaku, ia datang ke Pasuruan bersama lima orang temannya. Mereka berangkat ke Pasuruan selepas bedug Subuh, agar dapat mengantre di deretan depan. Namun, begitu tiba di rumah Syaikon, rupanya telah berjejal orang-orang yang punya maksud sama dengan dirinya, menunggu pembagian zakat.

Kabar pembagian zakat oleh Syaikon memang sangat santer. Sebab setiap tanggal 15 Ramadan, Syaikon yang seorang pengusaha kaya ini selalu membagi-bagikan zakat. Kabar ini kemudian diinformasikan dari mulut ke mulut sehingga diketahui masyarakat miskin di Pasuruan dan sekitarnya.

"Biasanya acara pembagian zakat lancar-lancar saja. Tapi setelah jalan menuju rumah Syaikon dipagar bambu, kondisinya sangat menyulitkan," ujar Mahmud, warga setempat.

Jalan menuju rumah Syaikon hanya berlebar sekitar 2,5 meter. Sebelum insiden maut itu terjadi, di ujung jalan dibuat sekat yang terbuat dari bambu. Hanya ada pintu selebar 1 meter untuk keluar masuk ke rumah Syaikon. Pemagaran tersebut dilakukan agar warga bisa mengantre dengan tertib. Namun, ternyata sebagian penerima zakat yang sejak pagi antre berebut masuk ke dalam gang yang dipagar itu. Sementara yang lainnya menunggu giliran di sepanjang Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Akhirnya penggunaan sekat tersebut berbuah petaka. Penerima zakat yang akan masuk dan keluar dari rumah Syaikon terjebak di dalam gang. Mereka berebutan melewati satu-satunya pintu yang tersedia. Akibatnya suasana di dalam gang menjadi kisruh. Saling desak dan saling injak terjadi. Akhirnya terjadilah insiden berdarah.

Sebanyak 21 orang kaum duafa tewas terinjak-injak. Sebagian besar yang tewas adalah manula (manusia lanjut usia). Mereka yang menjadi korban tewas sebelumnya mengantre di deretan depan atau di dalam gang. Korban yang tewas kemudian dibawa ke Rumah Sakit R Soedarsono Purut Pasuruan.

Sejumlah kalangan menyesalkan kejadian tersebut. Sebab pembagian zakat, seperti yang dilakukan Syaikon sangat berisiko. Apalagi para pengantre umumnya anak-anak dan manula. Mereka sangat rentan menjadi korban desak-desakan.

"Innalilahi wa innailaihi ro'jiun. Saya hanya mengingatkan pembagian zakat hendaknya diserahkan kepada organisasi profesional atau setidak-tidaknya
diantisipasi agar jangan sampai menimbulkan dampak buruk apalagi menimbulkan kehilangan jiwa bagi dhuafanya," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan.

Ia meyayangkan pembagian zakat atau yang bermanfaat bagi kaum duafa justru berakhir bencana. Apalagi, kata Amidhan, peristiwa tersebut bukan kali pertama terjadi. Sebab sebelumnya, pembagian zakat model seperti itu juga memakan korban.

Sebut saja pembagian zakat yang dilakukan Habib Ismet Al Habsyi, di rumahnya di Jalan Raya Pasar Minggu, 2003 silam. Saat itu sebanyak 4 orang tewas dan belasan lainnya pingsan gara-gara mengantre jatah pembagian zakat maal, berupa sarung dan uang sebesar Rp 20 ribu.

Sedangkan di Gresik, 1 orang tewas dan lima lainnya harus dilarikan ke rumah sakit karena terinjak-injak saat rebutan sedekah di rumah Haji Muhammad bin Alwi di Gresik, 28 September 2007. Para korban bersama ribuan fakir miskin lainnya sengaja datang ke rumah pengusaha sarang walet tersebut untuk mendapatkan uang Rp 100 ribu.

Pembagian zakat yang berujung kematian ini, menurut Amidhan, disebabkan beberapa faktor. Tapi yang paling dominan disebabkan pemberi zakat tidak siap menyambut kedatangan ribuan duafa yang datang ke rumahnya. Apalagi pemberian zakat tersebut tanpa melibatkan petugas keamanan.(ddg/asy)

Minggu, September 14, 2008

Akibat Kelaparan, Ella Lumpuh

KEDIRI, TRIBUN - Ella (7) anak keluarga miskin dari Kampung Kauman, Desa/Kecamatan Kandangan, Kabupaten Kediri, harus dilarikan ke UGD (Unit Gawat Darurat) RSUD Pare karena busung lapar, Jumat (12/9) sore.

1750
SURYA/NURAINI FAIQ
Ella penderita gizi buruk (terbaring) dan kakaknya Isma
Ella tiba di UGD sekitar pukul 15.00 WIB dengan diangkut mobil Puskesmas Kandangan. Turun dari mobil, Ella terus dalam gendongan ayahnya, Mariyono, 46, yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kebun di KUA Kandangan. Ikut mendampingi Ella adalah kakak perempuannya, Isma Ayu Safitri, yang duduk di kelas 2 SD.

Kondisi Ella sangat lemah. Anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini hanya bisa merintih dan mengaduh tanpa banyak gerak. Kakinya bahkan sudah tidak kuat lagi menyanggah tubuhnya sendiri. Padahal, berat badan Ella hanya 7 kilogram di usianya yang hampir tujuh tahun.

Bocah malang ini tidak kuat lagi berbicara selain hanya merengek kesakitan. "Pak, paak." suara rintihan panjang sambil menangis ini terdengar saat Mariyono meletakkan tubuh Ella di kasur kamar UGD. Selembar kain panjang untuk menggendong Ella dilepaskan Mariyono pelan-pelan.

Menurut Mariyono, sudah dua bulan anak perempuannya ini tidak mau makan. Untuk membuka mulut sakit, apalagi untuk mengunyah. Ella juga tidak lagi mampu berdiri sehingga tidak bisa berjalan alias lumpuh. "Dia hanya tiduran dan menangis terus sepanjang hari. Kata dokter di Puskesmas, anak saya kena gizi buruk," ucap Mariyono.

Dengan duduk termangu, pria yang sebagian besar rambutnya sudah memutih ini menatap dalam-dalam tubuh anaknya. Kesedihan yang mendalam tercermin dari sorot mata Mariyono yang tampak kuyu. Apalagi, Ella mengaduh dan terus menangis saat perawat UGD mengulurkan tali infus untuk dipasang di tangan kirinya.

Melihat kondisi pasien barunya, perawat itu terlihat tidak tega untuk memasukkan jarum infus ke lengan Ella. Sebab, lengan yang berkulit hitam itu cuma sebesar ranting bambu. Begitu pula kedua betisnya. Tangisan bocah ini terhenti saat Isma, kakak perempuannya, bersama bapaknya mengelus halus kepala Ella.

Mariyono menuturkan, anak ketujuhnya itu mulai terserang gizi buruk sejak sekitar setahun terakhir. Saat usianya menginjak lima tahun pada 2007 lalu, berat badan Ella juga hanya 11 kg. Kondisinya yang sudah kurus kering dengan tinggi badan 90 cm, lebih buruk lagi sekarang ini.

Mariyono menjelaskan, Ella sempat dirawat dua hari di Puskesmas sebelum dilarikan ke RSUD Pare. Namun dengan kondisinya yang bertambah buruk, Mariyono mengaku pasrah. "Mau apa lagi, saya orang tidak punya," ucap Mariyono.

Semenjak kenaikan harga sembako, jelas dia, bebannya untuk menghidupi keluarga terasa makin berat. Padahal, setiap bulan Mariyono hanya menerima upah sebagai tukang kebun di KUA Kandangan sebesar Rp 300.000. "Meski istri saya membantu cari nafkah dengan berjualan lauk bothok keliling, hasilnya belum mencukupi. Sekarang semua serba naik harga," cerita Mariyono.

Selain Ella, menurut Mariyono, tiga anaknya yang lain juga kurus kering. Isma yang ikut mengantar Ella terlihat kurus.Anak kelima Mariyono ini, sebelumnya juga pernah dirawat di Puskesmas Kandangan, juga dengan gejala gizi buruk.

Menurut Mariyono, keluarganya kerap hanya makan nasi ditambah garam tanpa lauk pauk dan sayuran. "Saya sering menangis sendiri. Bantuan biskuit dan susu dari Posyandu atau Puskesmas untuk Ella kadang jadi rebutan saudara-saudaranya yang lain," tambah Mariyono dengan nada sedih.

Dalam catatan RSUD Pare, dengan penyakit yang sama, Ella sebelumnya telah dirawat selama 22 hari di tempat itu pada Januari lalu. "Benar, dia pernah dirawat di sini," terang Ahmad Roziq, staf humas RSUD Pare.

Setelah hampir sebulan dirawat, kondisi Ella mulai membaik dan bisa dibawa pulang. Sejak itu, selama 90 hari dia mendapat bantuan tambahan makanan bergizi, di antaranya susu entrasol dan biskuit. Namun bantuan tersendat sejak beberapa bulan lalu.

Menurut penuturan Mariyono, mengambil entrasol di Puskesmas Kandangan kini tidak mudah. Ada saja alasan yang diungkapkan petugas, namun Mariyono tak berani menggugatnya.

"Kami kan cuma wong cilik, mana berani macam-macam," kenang Mariyono.

Secara terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Kediri, Erjik Bintoro, mengakui dirinya mengenal keluarga Mariyono dan bertetangga. "Tapi, saya kini tinggal sekitar satu kilometer dari rumah Mariyono. Cuma, panti asuhan yang kami kelola lebih dekat dengan tempat tinggal Mariyono," ucap Erjik.

Sebetulnya, beberapa waktu lalu Erjik sempat bertemu Mariyono namun ayahanda Ella itu tak memberitahu apapun tentang kondisi anaknya. "Saya bilang padanya, itulah akibatnya kalau beranak banyak," ucap Erjik.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kediri, dr Adi Laksono menyatakan bahwa Ella adalah kasus lama. Dinkes sudah melakukan intervensi dengan memberikan bantuan makanan tambahan berupa entrasol lewat Puskesmas.

Ella, kata Adi, adalah kasus gizi buruk yang diakibatkan oleh kelainan pada pencernaan. Kemampuan penyerapan protein di ususnya lemah. Tapi, diakui Adi, keluarga Ella memang masuk kategori miskin. (*)
sumber: http://tribunjabar.co.id/cari.php?kcari=miskin&go.x=0&go.y=0&go=Cari